Tempat ini adalah tempat favorit saya
Sepulang kerja apabila saya dapat jadwal kerja pagi, saya
selalu meluangkan waktu untuk duduk disini sore harinya. Kira-kira jam lima
sampai jam enam sore, sekedar untuk menghirup udara segarnya.
Yang membuat saya betah disini dan menjadikannya sebagai tempat
bersantai adalah pemandangannya yang langsung mengarah pada persawahan,
pohon-pohon kelapa yang tinggi, kicauan burung, hembusan angin dan warna
langitnya.
Banyak yang saya sukai dari rumah yang baru kami tempati
beberapa bulan belakangan ini. Rumah ini cukup besar meski tidak megah, banyak
ventilasi, pintu belakang yang apabila dibuka juga menyuguhkan rimbunnya
pepohonan, dan juga letak kamar saya yang apabila jendelanya dibuka saya dapat melihat pemandangan samping rumah
saya-tadi.
Berbeda sekali dengan rumah yang dulu, bangunan permanen
yang menurut saya tidak cukup sehat dan agak sempit karena pemilihannya waktu
itu juga dalam keadaan yang cukup terdesak. Saya merasa banyak yang sudah
berubah semenjak kepergian kami dari rumah itu. Kami telah berusaha untuk
sesuatu yang lebih baik, dan saya meninggalkan akhir kisah cinta saya disana. Akhir
perdebatan saya dengannya juga disana. Hingga keputusan kami untuk berpisah,
juga muncul disana.
Jika saya ingat-ingat lagi, jarak rumah yang dulu dengan
tempat kerja saya juga lumayan jauh. Selain itu, jika saya dapat jadwal kerja
malam, ketika pulang saya akan merasa ngeri sendiri. Jalan yang saya lalui
bukan jalan yang dilalui oleh kebanyakan orang, sebab daerah itu adalah daerah
yang cukup mendekati ujung bagian dari kota ini. Namun dulu saya merasa itu
bukanlah masalah besar sebab akan ada seseorang yang akan rela mengantar saya
hingga sampai rumah dengan selamat. Lelaki itu suka mengantar dan menemani saya
apabila sedang dalam perjalanan. Pada saat itu saya merasa tidak terbiasa kalau
harus diperlakukan seperti itu. Dia bilang, ini demi keselamatan saya. Sebab masa
lalunya yang hancur disebabkan kelalaiannya tidak menjaga orang yang dulu di
hatinya itu, seperti sekarang.
Maka setelah itu saya selalu merasa aneh, karena menganggap
alasan tersebut tidak tulus berasal dari dalam hatinya. Dan tidak berapa lama
kami akan sedikit berdebat. Sebenarnya tujuan saya mempermasalahkan hal seperti
itu karena tidak ingin dibanding-bandingkan dengan masa lalunya.cukup kita,
hanya tentang kita. Berulang kali saya tekankan kalimat itu padanya.
Dia selalu mengatakan kalau saya salah paham, mungkin iya
mungkin saja tidak.
Kadang saya merasa sikap saya mungkin berlebihan, padahal
maksudnya hanya ingin lebih terbuka kepada saya. Namun karena pada saat itu
saya masih tidak bisa menerima penjelasan-penjelasannya maka hanya keributan
yang akan terjadi setiap kali ia berusaha membuka diri menceritakan apa yang
dulunya pernah terjadi yang berdampak hingga kini padanya.
Saya tidak mau mendengarkan, saya hanya emosi. Saya katakan
padanya bahwa saya muak menghadapi semua permasalahan ini. Permasalahan
hubungan kami berdua, pendidikan dan juga keluarga saya. Mungkin ini yang
sering dikatakan orang bahwa manusia juga punya batas kesabaran. Hingga pada
akhirnya, dia yang dulunya dengan sabar
selalu menyabarkan saya, luluh juga sabarnya. Dia mengatakan bahwa tidak
bisa lagi menghadapi saya yang mudah muak dengan berbagai keadaan. Padahal saat
itu saya sangat membutuhkan kekuatan dan motivasi darinya. Saya mengharapkan
banyak hal padanya.
Sebelum memulai
hubungan pun pertemuan kami cukup rumit, dia sering datang dan pergi begitu
saja. Hingga akhirnya saya bosan
diperlakukan seperti itu lalu memutuskan untuk benar-benar melupakannya dan
tidak mengharapkan apa-apa lagi darinya. Tapi sepertinya hal itu sulit saya
lakukan, karena pekerjaan saya yang berada di bagian pelayanan dan dia yang
berada di bagian pengadaan untuk pelayanan saya. Beberapa keadaan mengharuskan
kami terus bertemu meski tanpa komunikasi atau bertatap mata sekalipun.
Beberapa waktu kemudian, dia kembali memulai kontak dengan
saya. Namun kali ini dia menyatakan, ini keseriusan saya. Saya kembali kepada
kamu setelah menyelesaikan semua urusan saya. Melihat usahanya yang “jumpalitan”
akhirnya saya luluh juga.
Kemudian kami memulainya dengan perasaan masing-masing yang
begitu bergejolak. Sempat ku dapati di pertengahan hubungan kami, masalahnya
dengan masa lalunya masih banyak yang belum benar-benar dia selesaikan. Sehingga
hal itu juga sering memacu keributan di antara kami. Pada saat yang sama saya
juga merasakan perasaannya pada saya yang begitu besar.
Waktu itu segala yang ada dalam diri saya sangat tidak
stabil, saya terlalu memikirkan hal-hal yang bahkan belum saya hadapi dan
sering merasa kesal.
Mungkin kami bertemu di saat yang salah, saat itu dia pun
butuh untuk dikuatkan. Sedangkan dia mendapati saya yang dalam keadaan begitu
rapuh.
Pada awalnya saya sempat kehilangan diri saya. Saya tidak
ingin membuka mata di pagi hari dan tak ingin tidur di malam hari. Mau makan
apapun sepertinya serba salah, semuanya serba tidak menarik di mata saya yang
baru saja menghadapi kenyataan buruk itu. Bahkan untuk sekedar berdiri dan
berjalan saja rasanya saya tidak mampu.
Hari-hari berganti, teman-teman menguatkan saya dan saya
disibukkan untuk berjumpa dengan beberapa dari mereka yang lama tidak bertatap
muka. Saya sudah lebih menghargai diri sendiri, melakukan apapun yang saya mau,
dan lebih sering menghadiahi diri.
Sebagai bagian dari proses, saya memulai untuk memaafkan dan
mengikhlaskan.
Saya ingin kembali menata semuanya, yang sempat diisi
olehnya, akan saya kosongkan dan saya isi sendiri.
Oh iya, saya harus menceritakan ini juga.
Akhir-akhir ini saya menyukai perjalanan pulang saya dari
tempat kerja ke rumah di sore hari, sebab saya melewati jalan raya yang begitu
berangin dan dijatuhi dedaunan kering pada sore hari. Saya selalu dengan
sengaja memperlambat laju kendaraan untuk sekedar menikmatinya.
Saat menjemput pulang sekolah adik saya, juga. Saya suka. Sebab
saya akan melewati jembatan besar yang dibawahnya sungai berwarna coklat susu
yang selalu diiringi semilir lembut angin. Maka tentu saja, saya memperlambat
perjalanan saya kemudian membuka helm untuk merasakan lembut anginnya yang
menerpa wajah. Meski dalam perjalanan saya lebih banyak termenung, tapi hal
sederhana seperti itu cukup membuat saya bahagia :)